Kegigihan Arsitek Yang Bertahan Berkat Kreativitas
Posted on Selasa, 04 Juli 2017 - 10:21:00 WIB by danu
Ketika resesi ekonomi menghantam pada 1998, bidang properti termasuk arsitektur sempat terhuyung kena imbas. Namun tak lantas mengurangi kegigihan arsitek di Indonesia.
Salah satunya Johansen Soemsudin. Arsitek lulusan perguruan tinggi di Jakarta ini sempat menikmati nasib sebagai penganguran selama 6 bulan. Kelumpuhan ini sempat menjadi pukulan berat bagi mereka yang berkecimpung di bidang properti.
Namun, darah kreatifnya tidak menghentikan langkah pria berkacamata ini untuk berkreasi. Bahkan akhirnya dia menyabet gelar International Young Creative Entrepreneur Award (IYCE) 2009, sebagai pengusaha muda yang inovatif di bidang seni desain.
Perkenalannya dengan seni desain tidak lepas dari bangku kuliahnya di jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Jakarta. Di kampus itu, Johansen sempat menjajal profesi sebagai asisten dosen.
Saat menikmati sebagai pengajar, seorang temannya mengajak Johansen mempertarungkan nasib ke Singapura. Dia sempat binggung antara pilihan mengambil beasiswa atau menggeluti dunia profesional dengan bekerja di Singapura.
Menghadapi dua kesempatan itu, Johansen akhirnya memilih untuk terjun di jalur profesional karena dia merasa ilmu yang diajarkan tanpa dasar.
Setelah mendapatkan pengalaman di negeri seberang, pria berpostur langsing ini pulang ke Jakarta.
Kegigihan arsitek ini selama tiga tahun merintis karier di PT Aboday yang dikelola bersama dua orang temannya, Johansen membuktikan kreativitasnya yang diakui orang dalam kompetisi International Young Creative Entrepreneur Award (IYCE) 2009.
Sebagai pemenang pertama, dia akan menjadi wakil Indonesia dalam kompetisi tingkat internasional di London, September, untuk memperebutkan hadiah utama 5000 poundsterling.
Biro arsitek Aboday yang dibangun Johansen tidak sekadar membuktikan keunggulan desainnya. Usaha yang dibangun dengan modal sekitar Rp54 juta bisa tumbuh hingga mencapai Rp7 miliar berkat kepeduliannya terhadap masalah sosial dan lingkungan.
“Saya percaya dengan 99% kerja keras dan 1% bakat pemberian Tuhan. Saya ketemu orang pada saat dan waktu yang tepat,” kata Johansen yang berkantor di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, ini mengomentari usahanya.
Pria kelahiran Jakarta pada 1975 yang memulai karier dari bawah sebagai asisten dan dia sempat beberapa kali pintah kerja untuk peningkatan jenjang karier ini sangat bersyukur memiliki dua mitra kerja yang kompak.
“Kami saling melengkapi,” ungkap Johansen yang bekerja dengan konsep ada cerita pada melatar belakang karyanya.
Perusahaan yang kini dikelolanya memiliki program sosial a.l. membuat rancangan grafis untuk sebuah panti asuhan di Mega Mendung. Karyanya yang lain adalah paddy box, serangkaian vila yang atapnya ditumbuhi padi di Jimbaran, Bali.
Konsep paddi box di 29 villa unit merupakan pembuatan petak sawah 3×15 m di atas atap villa. “Kami menjual konsep paddi box ke developer dengan pembangunan berkelanjutan. Kami mencoba konsep tersebut di Bali, karena banyak orang yang membangun vila sehingga kompetitif dengan konsep lain,” katanya.
Dalam pembangunan itu, katanya, ada tiga elemen yang diperhitungkan, yaitu lingkungan berupa berupa panggung, lalu kawasan Jimbaran yang kering dapat menopang produksi berasnya dengan konsep itu, sementara turis pun dapat belajar tanam padi dan padi dapat menyumbang ekonomi serta petani dapat bekerja.
“Proyek ini komersial. Sekarang menjadi proyek yang peka terhadap lingkungan dan masyarakat,” kata Johansen yang proyek itu akan dibangun pada akhir tahun ini dan direncanakan selesai selesai 2011.
Sebagai arsitek, tambah dia, kehadiran padi itu bertujuan memperlembut bagian atap vila yang posisi tanahnya miring dan bertingkat. Kalau tidak ada padi, waktu melihat ke bawah yang terlihat hanya bagian atap villa saja.
Konsep itulah yang tidak hanya mengantarkan Johansen merebut gelar sebagai pengusaha muda kreatif. Dari kegigihan arsitek ini juga membuktikan bahwa desain ramah lingkungan adalah mutlak pada saat isu lingkungan kian populer.
Johansen juga membuktikan bahwa berani terus berusaha adalah resep sukses di tengah ketatnya sektor desain arsitektur.
Salah satunya Johansen Soemsudin. Arsitek lulusan perguruan tinggi di Jakarta ini sempat menikmati nasib sebagai penganguran selama 6 bulan. Kelumpuhan ini sempat menjadi pukulan berat bagi mereka yang berkecimpung di bidang properti.
Namun, darah kreatifnya tidak menghentikan langkah pria berkacamata ini untuk berkreasi. Bahkan akhirnya dia menyabet gelar International Young Creative Entrepreneur Award (IYCE) 2009, sebagai pengusaha muda yang inovatif di bidang seni desain.
Perkenalannya dengan seni desain tidak lepas dari bangku kuliahnya di jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Jakarta. Di kampus itu, Johansen sempat menjajal profesi sebagai asisten dosen.
Saat menikmati sebagai pengajar, seorang temannya mengajak Johansen mempertarungkan nasib ke Singapura. Dia sempat binggung antara pilihan mengambil beasiswa atau menggeluti dunia profesional dengan bekerja di Singapura.
Menghadapi dua kesempatan itu, Johansen akhirnya memilih untuk terjun di jalur profesional karena dia merasa ilmu yang diajarkan tanpa dasar.
Setelah mendapatkan pengalaman di negeri seberang, pria berpostur langsing ini pulang ke Jakarta.
Kegigihan arsitek ini selama tiga tahun merintis karier di PT Aboday yang dikelola bersama dua orang temannya, Johansen membuktikan kreativitasnya yang diakui orang dalam kompetisi International Young Creative Entrepreneur Award (IYCE) 2009.
Sebagai pemenang pertama, dia akan menjadi wakil Indonesia dalam kompetisi tingkat internasional di London, September, untuk memperebutkan hadiah utama 5000 poundsterling.
Biro arsitek Aboday yang dibangun Johansen tidak sekadar membuktikan keunggulan desainnya. Usaha yang dibangun dengan modal sekitar Rp54 juta bisa tumbuh hingga mencapai Rp7 miliar berkat kepeduliannya terhadap masalah sosial dan lingkungan.
“Saya percaya dengan 99% kerja keras dan 1% bakat pemberian Tuhan. Saya ketemu orang pada saat dan waktu yang tepat,” kata Johansen yang berkantor di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, ini mengomentari usahanya.
Pria kelahiran Jakarta pada 1975 yang memulai karier dari bawah sebagai asisten dan dia sempat beberapa kali pintah kerja untuk peningkatan jenjang karier ini sangat bersyukur memiliki dua mitra kerja yang kompak.
“Kami saling melengkapi,” ungkap Johansen yang bekerja dengan konsep ada cerita pada melatar belakang karyanya.
Perusahaan yang kini dikelolanya memiliki program sosial a.l. membuat rancangan grafis untuk sebuah panti asuhan di Mega Mendung. Karyanya yang lain adalah paddy box, serangkaian vila yang atapnya ditumbuhi padi di Jimbaran, Bali.
Konsep paddi box di 29 villa unit merupakan pembuatan petak sawah 3×15 m di atas atap villa. “Kami menjual konsep paddi box ke developer dengan pembangunan berkelanjutan. Kami mencoba konsep tersebut di Bali, karena banyak orang yang membangun vila sehingga kompetitif dengan konsep lain,” katanya.
Dalam pembangunan itu, katanya, ada tiga elemen yang diperhitungkan, yaitu lingkungan berupa berupa panggung, lalu kawasan Jimbaran yang kering dapat menopang produksi berasnya dengan konsep itu, sementara turis pun dapat belajar tanam padi dan padi dapat menyumbang ekonomi serta petani dapat bekerja.
“Proyek ini komersial. Sekarang menjadi proyek yang peka terhadap lingkungan dan masyarakat,” kata Johansen yang proyek itu akan dibangun pada akhir tahun ini dan direncanakan selesai selesai 2011.
Sebagai arsitek, tambah dia, kehadiran padi itu bertujuan memperlembut bagian atap vila yang posisi tanahnya miring dan bertingkat. Kalau tidak ada padi, waktu melihat ke bawah yang terlihat hanya bagian atap villa saja.
Konsep itulah yang tidak hanya mengantarkan Johansen merebut gelar sebagai pengusaha muda kreatif. Dari kegigihan arsitek ini juga membuktikan bahwa desain ramah lingkungan adalah mutlak pada saat isu lingkungan kian populer.
Johansen juga membuktikan bahwa berani terus berusaha adalah resep sukses di tengah ketatnya sektor desain arsitektur.