Bisnis Pengelolaan Gedung Sukses Digeluti Denny Muliaman
Posted on Senin, 03 Juli 2017 - 13:19:11 WIB by danu
Bagi Denny Muliaman, direktur sekaligus pemilik Grand Pasundan Convention Hotel Bandung, pentingnya kualitas pelayanan kepada pelanggan sudah bukan sesuatu yang bisa ditawar-tawar lagi untuk bisnis pengelolaan gedung seperti ini.
Pelayanan optimal dari seluruh karyawan-mulai dari tingkat bawah sampai atas-untuk memuaskan pelanggan, dia akui menjadi hal yang mutlak harus dijalankan, terutama pada perusahaan yang bergerak di bidang jasa.
Ampuhnya pelayanan yang berkualitas dalam pengembangan usaha jasa sudah dia buktikan pada bisnis pengelolaan gedung yang digelutinya sejak 1991. Sampai-sampai ayah tiga anak ini berkesimpulan bahwa kunci keberhasilan usahanya terletak pada servis yang diberikan kepada konsumen.
“Keberhasilan dalam mengembangkan bisnis jasa terletak pada bagaimana kita bisa memuaskan konsumen. Sebab kalau penyewa ruang pertemuan puas dengan pelayanan kita, mereka akan menyebarkannya kepada orang lain dari mulut ke mulut,”
Dalam praktiknya, pelayanan yang bisa memuaskan konsumen itu tidak hanya terletak pada keramahan karyawan mulai dari tukang parkir, front office sampai direktur.
Dalam bidang properti penyewaan gedung pertemuan, kata dia, kepuasan pengguna jasa juga akan dipengaruhi oleh bagaimana kondisi function room yang digunakan dan menu makanan yang disajikan.
“Kami selalu menekankan pentingnya seluruh aspek pelayanan tersebut kepada setiap karyawan melalui pengarahan secara berkala. Tujuannya supaya karyawan benar-benar memahami pentingnya pelayanan,” tutur sarjana lulusan Universitas Atmadjaya Jakarta ini.
Menurut Denny, aspek pelayanan ini lebih penting dari kemegahan sebuah gedung pertemuan. Sebab bila hanya membandingkan kondisi fisik gedung, sudah pasti gedung yang baru dibangun akan memiliki daya tarik yang lebih besar karena rancangannya akan mengikuti tren yang sedang berkembang.
Selain kualitas pelayanan, penyandang MBA dari Golden Gate San Fransisco ini berpendapat, lokasi gedung pertemuan yang mudah terjangkau oleh konsumen juga menjadi penentu ramai tidaknya penggunaan gedung tersebut.
“Meskipun Grand Pasundan tidak berada di pusat kota, tapi lokasinya cukup mudah dijangkau karena dekat dengan jalan tol serta kondisi jalannya tidak terlalu macet.”
Denny yang lahir di Jakarta September 1970 mulai masuk ke bisnis pengelolaan gedung pertemuan dalam usia relatif muda. Awalnya adalah ketika pada 1991, dia bekerja sama dengan Balai Pustaka untuk mengelola gedung pertemuan milik perusahaan yang bergerak di bidang percetakan tersebut.
Kerja sama itu terus berlanjut ketika gedung Balai Pustaka pindah ke Jl. Gunung Sahari. Bahkan meskipun Balai Pustaka belum resmi pindah ke gedung baru, Denny melalui perusahaannya PT Defiana Jayalestari, pengelola gedung Balai Pustaka, sudah lebih dahulu mengelola gedung pertemuannya di lokasi yang baru.
“Kami bekerja sama dengan Balai Pustaka dengan pola kontrak gedung. Kami kemudian menyewakan gedung itu sesuai fungsinya sebagai gedung pertemuan untuk acara seminar, pesta pernikahan sampai untuk kegiatan ibadah,” katanya.
Sukses mengelola gedung pertemuan di Jakarta, Denny pun punya obsesi untuk mengembangkan usaha bisnis pengelolaan gedung di Bandung. Alasannya memilih Bandung, bukan berarti persaingan di kota ini tidak ada.
“Hanya saja peluang untuk mengembangkan usaha pengelolaan gedung di Bandung lebih besar dibandingkan dengan di Jakarta.”
Maka survai pun dilakukan. Hasilnya ternyata, permintaan akan gedung pertemuan di Bandung cukup tinggi, sementara fasilitas yang ada relatif terbatas. Obsesinya itu berhasil diwujudkan dengan dibangunnya Grand Pasundan Convention Hotel di Jl. Peta (Lingkar Selatan).
Hotel bintang tiga yang belum genap beroperasi selama satu tahun ini memfokuskan pada penyewaan gedung pertemuan serta dilengkapi dengan 77 kamar.
Grand Pasundan yang dibangun dengan investasi Rp25 miliar memiliki tiga function room yaitu Malibu room yang tinggi ruangannya 6,5 m dan kapasitas 2.200 orang standing party, Ruang Sangkuriang dengan kapasitas 150-200 orang dan Ruang Dayang Sumbi untuk pertemuan dengan peserta sebanyak 30 orang.
Semula Denny sendiri tidak bermaksud untuk membangun hotel konvensi berbintang. Yang ada dibenaknya adalah membangun sebuah gedung pertemuan, tanpa dilengkapi dengan kamar untuk menginap.
Dengan bekal pengalaman mengelola gedung pertemuan di Jakarta, Denny pun memulai pembangunan gedung pertemuan di Jl. Peta. Namun, ketika pembangunan sedang berjalan, Denny akhirnya meminta sebuah konsultan untuk memberikan masukan.
Ternyata dalam pandangan konsultan tersebut, pembangunan gedung pertemuan tanpa dilengkapi kamar untuk menginap, kemungkinan besar tidak akan laku. Alasannya, bagaimana mungkin peserta seminar dari luar kota harus menginap di tempat lain, sedangkan lokasi pertemuannya ada di Jl. Peta.
Dari situlah muncul pemikiran Denny untuk melengkapi gedung pertemuan yang tengah dalam proses pembanguan dengan hotel melati. Tapi konsultan tadi lagi-lagi memberi masukan, bahwa untuk gedung pertemuan sebesar yang sedang dibangun, kurang pas kalau dilengkapi dengan hotel melati.
“Dengan proses seperti itu, akhirnya saya putuskan untuk membangun hotel bintang tiga. Untungnya penambahan hotel itu tidak perlu mengubah desain awal pembangunan gedung pertemuan,” ungkapnya.
Keputusan untuk melengkapi gedung pertemuan dengan hotel bintang tiga, memang sangat tepat karena Grand Pasundan kini menjadi tempat penyelenggaraan konvensi yang cukup ramai. Apakah Denny akan mengembangkan lagi sayapnya di bisnis gedung pertemuan?
“Kami saat ini akan lebih fokus pada upaya mempertahankan kondisi yang sudah dicapai. Sebab mempertahankan sesuatu yang sudah diperoleh lebih sulit daripada mengejarnya. Apalagi yang mengejar pasti banyak,” katanya.
Pelayanan optimal dari seluruh karyawan-mulai dari tingkat bawah sampai atas-untuk memuaskan pelanggan, dia akui menjadi hal yang mutlak harus dijalankan, terutama pada perusahaan yang bergerak di bidang jasa.
Ampuhnya pelayanan yang berkualitas dalam pengembangan usaha jasa sudah dia buktikan pada bisnis pengelolaan gedung yang digelutinya sejak 1991. Sampai-sampai ayah tiga anak ini berkesimpulan bahwa kunci keberhasilan usahanya terletak pada servis yang diberikan kepada konsumen.
“Keberhasilan dalam mengembangkan bisnis jasa terletak pada bagaimana kita bisa memuaskan konsumen. Sebab kalau penyewa ruang pertemuan puas dengan pelayanan kita, mereka akan menyebarkannya kepada orang lain dari mulut ke mulut,”
Dalam praktiknya, pelayanan yang bisa memuaskan konsumen itu tidak hanya terletak pada keramahan karyawan mulai dari tukang parkir, front office sampai direktur.
Dalam bidang properti penyewaan gedung pertemuan, kata dia, kepuasan pengguna jasa juga akan dipengaruhi oleh bagaimana kondisi function room yang digunakan dan menu makanan yang disajikan.
“Kami selalu menekankan pentingnya seluruh aspek pelayanan tersebut kepada setiap karyawan melalui pengarahan secara berkala. Tujuannya supaya karyawan benar-benar memahami pentingnya pelayanan,” tutur sarjana lulusan Universitas Atmadjaya Jakarta ini.
Menurut Denny, aspek pelayanan ini lebih penting dari kemegahan sebuah gedung pertemuan. Sebab bila hanya membandingkan kondisi fisik gedung, sudah pasti gedung yang baru dibangun akan memiliki daya tarik yang lebih besar karena rancangannya akan mengikuti tren yang sedang berkembang.
Selain kualitas pelayanan, penyandang MBA dari Golden Gate San Fransisco ini berpendapat, lokasi gedung pertemuan yang mudah terjangkau oleh konsumen juga menjadi penentu ramai tidaknya penggunaan gedung tersebut.
“Meskipun Grand Pasundan tidak berada di pusat kota, tapi lokasinya cukup mudah dijangkau karena dekat dengan jalan tol serta kondisi jalannya tidak terlalu macet.”
Denny yang lahir di Jakarta September 1970 mulai masuk ke bisnis pengelolaan gedung pertemuan dalam usia relatif muda. Awalnya adalah ketika pada 1991, dia bekerja sama dengan Balai Pustaka untuk mengelola gedung pertemuan milik perusahaan yang bergerak di bidang percetakan tersebut.
Kerja sama itu terus berlanjut ketika gedung Balai Pustaka pindah ke Jl. Gunung Sahari. Bahkan meskipun Balai Pustaka belum resmi pindah ke gedung baru, Denny melalui perusahaannya PT Defiana Jayalestari, pengelola gedung Balai Pustaka, sudah lebih dahulu mengelola gedung pertemuannya di lokasi yang baru.
“Kami bekerja sama dengan Balai Pustaka dengan pola kontrak gedung. Kami kemudian menyewakan gedung itu sesuai fungsinya sebagai gedung pertemuan untuk acara seminar, pesta pernikahan sampai untuk kegiatan ibadah,” katanya.
Sukses mengelola gedung pertemuan di Jakarta, Denny pun punya obsesi untuk mengembangkan usaha bisnis pengelolaan gedung di Bandung. Alasannya memilih Bandung, bukan berarti persaingan di kota ini tidak ada.
“Hanya saja peluang untuk mengembangkan usaha pengelolaan gedung di Bandung lebih besar dibandingkan dengan di Jakarta.”
Maka survai pun dilakukan. Hasilnya ternyata, permintaan akan gedung pertemuan di Bandung cukup tinggi, sementara fasilitas yang ada relatif terbatas. Obsesinya itu berhasil diwujudkan dengan dibangunnya Grand Pasundan Convention Hotel di Jl. Peta (Lingkar Selatan).
Hotel bintang tiga yang belum genap beroperasi selama satu tahun ini memfokuskan pada penyewaan gedung pertemuan serta dilengkapi dengan 77 kamar.
Grand Pasundan yang dibangun dengan investasi Rp25 miliar memiliki tiga function room yaitu Malibu room yang tinggi ruangannya 6,5 m dan kapasitas 2.200 orang standing party, Ruang Sangkuriang dengan kapasitas 150-200 orang dan Ruang Dayang Sumbi untuk pertemuan dengan peserta sebanyak 30 orang.
Semula Denny sendiri tidak bermaksud untuk membangun hotel konvensi berbintang. Yang ada dibenaknya adalah membangun sebuah gedung pertemuan, tanpa dilengkapi dengan kamar untuk menginap.
Dengan bekal pengalaman mengelola gedung pertemuan di Jakarta, Denny pun memulai pembangunan gedung pertemuan di Jl. Peta. Namun, ketika pembangunan sedang berjalan, Denny akhirnya meminta sebuah konsultan untuk memberikan masukan.
Ternyata dalam pandangan konsultan tersebut, pembangunan gedung pertemuan tanpa dilengkapi kamar untuk menginap, kemungkinan besar tidak akan laku. Alasannya, bagaimana mungkin peserta seminar dari luar kota harus menginap di tempat lain, sedangkan lokasi pertemuannya ada di Jl. Peta.
Dari situlah muncul pemikiran Denny untuk melengkapi gedung pertemuan yang tengah dalam proses pembanguan dengan hotel melati. Tapi konsultan tadi lagi-lagi memberi masukan, bahwa untuk gedung pertemuan sebesar yang sedang dibangun, kurang pas kalau dilengkapi dengan hotel melati.
“Dengan proses seperti itu, akhirnya saya putuskan untuk membangun hotel bintang tiga. Untungnya penambahan hotel itu tidak perlu mengubah desain awal pembangunan gedung pertemuan,” ungkapnya.
Keputusan untuk melengkapi gedung pertemuan dengan hotel bintang tiga, memang sangat tepat karena Grand Pasundan kini menjadi tempat penyelenggaraan konvensi yang cukup ramai. Apakah Denny akan mengembangkan lagi sayapnya di bisnis gedung pertemuan?
“Kami saat ini akan lebih fokus pada upaya mempertahankan kondisi yang sudah dicapai. Sebab mempertahankan sesuatu yang sudah diperoleh lebih sulit daripada mengejarnya. Apalagi yang mengejar pasti banyak,” katanya.