Pengusaha Indekos Mewah Ini Sukses Berbisnis Tanpa Modal
Posted on Senin, 03 Juli 2017 - 11:51:08 WIB by danu
Mengelola rumah indekos mewah ternyata bisa jadi peluang bisnis yang menjanjikan. Bila dikelola dengan benar, pengusaha indekos mendapat untung jutaan pun mengalir ke kantong.
Hebatnya lagi, membangun rumah indekos, ternyata bisa dilakukan tanpa modal tabungan berlimpah.
Mari belajar pada Enost (42) dan Nancy (39). Pasangan suami istri ini mengelola tiga rumah indekos eksklusif di Surabaya. Dua diantaranya, yang ada di kawasan Sidosermo, adalah milik mereka sendiri.
Sementara satunya, yang terletak di kawasan Bendul Merisi, milik orangtua yang kepengelolaannya dipercayakan kepada mereka.
Semula, baik Enost dan Nancy sama sekali tak berpikir akan menjadi pengusaha indekos. Ide bisnis properti ini, muncul begitu saja dalam benak Nancy.
Iseng-iseng mencari tanah murah untuk dibangun rumah yang akan ditempati setelah menikah, jadi awal petualangan keduanya mengarungi bisnis ini.
“Setelah menikah, kami tentu ingin punya rumah sendiri . Iseng-iseng cari tanah, lalu kami coba tawar-tawar harganya. Eh, ternyata tawaran kami ada yang nyantol. Setelah itu kami malah jadi bingung, mau bayar pakai apa, karena tabungan juga tidak banyak,” ujar Nancy seperti dilansir Tribunnews.
Dari kebingungan itu, Nancy malah mendapatkan ide. Ia memutuskan untuk membangun indekos, yang mana pendapatannya nanti, ia gunakan untuk membayar rumah indekos yang ia bangun.
Bagaimana caranya? Pertama, Nancy meminjam sertifikat rumah milik orangtuanya. Sertifikat ini diagunkan ke bank, sehingga Nancy mendapat pinjaman uang tunai.
Dari uang tunai ini, Nancy membayar tanah yang ia beli. Lalu, sertifikat tanah ini, ia agunkan lagi untuk mendapat uang, yang akhirnya ia gunakan untuk membangun indekos tersebut.
“Saya kerja di luar pulau, dan bisa sangat lama pulang ke Surabaya. Artinya, bakal percuma juga kalau kami punya rumah sendiri. Lebih baik istri saya tinggal dengan orangtuanya. Dari situlah, kami makin mantap untuk membangun indekos,” kata Enost.
Rencana ini pun berjalan sesuai rencana. Dari rumah indekos berkonsep eksklusif, mereka mampu membayar cicilan pinjaman uang untuk membeli tanah dan membangun rumah.
“Dari rumah indekos ini, setiap bulan kami mendapat keuntungan bersih rata-rata Rp 12 juta. Dari situ, Rp 10 juta kami gunakan untuk membayar cicilan ke bank. Jadi, yang membayar cicilan rumah ini, sebetulnya orang lain, bukan kami,” kata Nancy, yang mengatakan, menghabiskan sekitar Rp 1 miliar untuk membangun satu rumah indekos miliknya.
Nancy mengakui, hasil keuntungan saat ini masih untuk membayar cicilan. Tapi, bisa dibayangkan, berapa untung yang ia dapatkan, bila cicilannya di bank telah selesai.
“Kami tentu juga punya keuntungan berupa investasi rumah ini. Nilai properti kan selalu naik. Sekarang misalnya, nilai tanah di sini (Sidosermo) naik lebih dari dua kali lipat dari saat kami beli empat-lima tahun lalu,” kata Enost.
Namun, mengelola indekos, tak hanya soal kemampuan membeli tanah dan rumah. Nancy mengatakan, banyak juga rumah indekos yang tak mampu mendapat pelanggan.
Kuncinya, lanjut Nancy, ada pada manajemen dan service maksimal buat para penyewanya. Di antara pola manajemen itu adalah, ia sangat membatasi jumlah kamar di rumah indekosnya.
“Rumah ini punya sembilan kamar. Dan tidak akan saya tambah, meski banyak orang mengantre untuk bisa indekos di sini. Terlalu banyak penghuni bisa membuat penghuni kos tidak kerasan, karena suasana jadi tidak eksklusif lagi,” sebutnya.
Lalu, soal pelayanan. Enost dan Nancy sudah sepakat untuk menyasar kaum pebisnis. Khususnya pekerja yang mendapat tugas bekerja sementara waktu di Surabaya.
Menurut pengusaha indekos ini, punya customer pekerja kantoran, memberikan keuntungan tertentu. Seperti misalnya, pola hidup kaum pekerja yang biasanya lebih bersihan.
“Mahasiswa kita tahu sendiri pola hidupnya seperti apa. Untuk penghuni yang sudah keluarga, anak-anak kecil bisa membuat hunian kotor,” sebut Nancy.
Meski demikian, Nancy mengingatkan, di sisi lain, ia juga harus memahami kebutuhan para pekerja kantoran ini. Pengusaha indekos ini memberikan pelayanan ekstra kepada para penghuni indekos. Layaknya sebuah hotel, penghuni indekos milik Nancy mendapat fasilitas room service serta laundry gratis yang berlaku setiap hari.
Ditambah dengan bagaimana Enost mempromosikannya lewat beragam media di internet, rumah indekos bertarif Rp 1,5 juta per bulan inipun laris manis. Nancy mengaku, sangat jarang ada kamar kosong di indekos miliknya.
“Kami sendiri tidak menyangka. Dulu, saya ragu, apa ada yang mau menyewa indekos dengan harga Rp 1,5 juta setiap bulan. Ternyata, untuk segmen itu, peminatnya di kota besar seperti Surabaya sangat besar,” ungkapnya.
Hebatnya lagi, membangun rumah indekos, ternyata bisa dilakukan tanpa modal tabungan berlimpah.
Mari belajar pada Enost (42) dan Nancy (39). Pasangan suami istri ini mengelola tiga rumah indekos eksklusif di Surabaya. Dua diantaranya, yang ada di kawasan Sidosermo, adalah milik mereka sendiri.
Sementara satunya, yang terletak di kawasan Bendul Merisi, milik orangtua yang kepengelolaannya dipercayakan kepada mereka.
Semula, baik Enost dan Nancy sama sekali tak berpikir akan menjadi pengusaha indekos. Ide bisnis properti ini, muncul begitu saja dalam benak Nancy.
Iseng-iseng mencari tanah murah untuk dibangun rumah yang akan ditempati setelah menikah, jadi awal petualangan keduanya mengarungi bisnis ini.
“Setelah menikah, kami tentu ingin punya rumah sendiri . Iseng-iseng cari tanah, lalu kami coba tawar-tawar harganya. Eh, ternyata tawaran kami ada yang nyantol. Setelah itu kami malah jadi bingung, mau bayar pakai apa, karena tabungan juga tidak banyak,” ujar Nancy seperti dilansir Tribunnews.
Dari kebingungan itu, Nancy malah mendapatkan ide. Ia memutuskan untuk membangun indekos, yang mana pendapatannya nanti, ia gunakan untuk membayar rumah indekos yang ia bangun.
Bagaimana caranya? Pertama, Nancy meminjam sertifikat rumah milik orangtuanya. Sertifikat ini diagunkan ke bank, sehingga Nancy mendapat pinjaman uang tunai.
Dari uang tunai ini, Nancy membayar tanah yang ia beli. Lalu, sertifikat tanah ini, ia agunkan lagi untuk mendapat uang, yang akhirnya ia gunakan untuk membangun indekos tersebut.
“Saya kerja di luar pulau, dan bisa sangat lama pulang ke Surabaya. Artinya, bakal percuma juga kalau kami punya rumah sendiri. Lebih baik istri saya tinggal dengan orangtuanya. Dari situlah, kami makin mantap untuk membangun indekos,” kata Enost.
Rencana ini pun berjalan sesuai rencana. Dari rumah indekos berkonsep eksklusif, mereka mampu membayar cicilan pinjaman uang untuk membeli tanah dan membangun rumah.
“Dari rumah indekos ini, setiap bulan kami mendapat keuntungan bersih rata-rata Rp 12 juta. Dari situ, Rp 10 juta kami gunakan untuk membayar cicilan ke bank. Jadi, yang membayar cicilan rumah ini, sebetulnya orang lain, bukan kami,” kata Nancy, yang mengatakan, menghabiskan sekitar Rp 1 miliar untuk membangun satu rumah indekos miliknya.
Nancy mengakui, hasil keuntungan saat ini masih untuk membayar cicilan. Tapi, bisa dibayangkan, berapa untung yang ia dapatkan, bila cicilannya di bank telah selesai.
“Kami tentu juga punya keuntungan berupa investasi rumah ini. Nilai properti kan selalu naik. Sekarang misalnya, nilai tanah di sini (Sidosermo) naik lebih dari dua kali lipat dari saat kami beli empat-lima tahun lalu,” kata Enost.
Namun, mengelola indekos, tak hanya soal kemampuan membeli tanah dan rumah. Nancy mengatakan, banyak juga rumah indekos yang tak mampu mendapat pelanggan.
Kuncinya, lanjut Nancy, ada pada manajemen dan service maksimal buat para penyewanya. Di antara pola manajemen itu adalah, ia sangat membatasi jumlah kamar di rumah indekosnya.
“Rumah ini punya sembilan kamar. Dan tidak akan saya tambah, meski banyak orang mengantre untuk bisa indekos di sini. Terlalu banyak penghuni bisa membuat penghuni kos tidak kerasan, karena suasana jadi tidak eksklusif lagi,” sebutnya.
Lalu, soal pelayanan. Enost dan Nancy sudah sepakat untuk menyasar kaum pebisnis. Khususnya pekerja yang mendapat tugas bekerja sementara waktu di Surabaya.
Menurut pengusaha indekos ini, punya customer pekerja kantoran, memberikan keuntungan tertentu. Seperti misalnya, pola hidup kaum pekerja yang biasanya lebih bersihan.
“Mahasiswa kita tahu sendiri pola hidupnya seperti apa. Untuk penghuni yang sudah keluarga, anak-anak kecil bisa membuat hunian kotor,” sebut Nancy.
Meski demikian, Nancy mengingatkan, di sisi lain, ia juga harus memahami kebutuhan para pekerja kantoran ini. Pengusaha indekos ini memberikan pelayanan ekstra kepada para penghuni indekos. Layaknya sebuah hotel, penghuni indekos milik Nancy mendapat fasilitas room service serta laundry gratis yang berlaku setiap hari.
Ditambah dengan bagaimana Enost mempromosikannya lewat beragam media di internet, rumah indekos bertarif Rp 1,5 juta per bulan inipun laris manis. Nancy mengaku, sangat jarang ada kamar kosong di indekos miliknya.
“Kami sendiri tidak menyangka. Dulu, saya ragu, apa ada yang mau menyewa indekos dengan harga Rp 1,5 juta setiap bulan. Ternyata, untuk segmen itu, peminatnya di kota besar seperti Surabaya sangat besar,” ungkapnya.